SUMSEL – Polemik melintasnya truk Heavy Duty (HD) di sejumlah ruas jalan umum di Sumsel kembali memanas.
Gelombang kecaman terus berdatangan, terutama setelah terungkap bahwa mobilisasi truk raksasa milik PT Putra Perkasa Abadi (PPA) dilakukan dengan pengawalan resmi Direktorat Lalu Lintas Polda Sumsel dan bahkan telah berkoordinasi dengan Dinas Perhubungan Sumsel.
Padahal, kendaraan jenis HD dengan dimensi dan tonase puluhan ton, jelas tidak sesuai standar kelas jalan umum yang hanya memiliki MST 5–8 ton.
Khusus untuk truk HD yang dimobilisasi tersebut, dalam penelusuran merupakan truk HD merk Sany Hybrid yang memiliki berat 100 ton.
Anggota DPRD Sumsel, MF Ridho meminta kepada Dinas Perhubungan Sumsel untuk memberikan penjelasan terhadap melintasnya truk HD yang melintas di jalan umum tersebut.
“Pemerintah daerah dan aparat penegak hukum harus menjelaskan kepada rakyat, siapa yang memberikan izin, siapa yang mengawal, dan siapa yang bertanggung jawab jika infrastruktur rusak dan ada korban jiwa,” tegas Ridho.
Ridho mengatakan, pihaknya akan memanggil seluruh pihak terkait, mulai dari Dishub Sumsel serta manajemen PPA .
“Kalau ada oknum di pemerintahan atau aparat yang memberi izin sembarangan, kami minta dicopot. Rakyat sudah cukup jadi korban,” tegasnya.
Mobilisasi Sejumlah Alat Berat PPA Menuju Dizamatra Powerindo
PT Putra Perkasa Abadi (PPA)—didirikan pada 2003 dan kini mengelola 11 jobsite dengan lebih dari 12.000 karyawan—mengakui bahwa mobilisasi alat berat dilakukan melalui PT Cipta Krida Bahari (CKB).
Tak hanya ke PT Mustika Indah Permai (MIP), mobilisasi juga terjadi menuju site PT Dizamatra Powerindo (Dizamatra) di Desa Kebur, Merapi Barat, Lahat.
Sejumlah alat berat seperti Bulldozer D155, Excavator PC500, dan PC850 disebut telah dimobilisasi, memicu keluhan warga yang merasa jalan umum kembali dijadikan jalur tambang.
Direktur Eksekutif SIRA, Rahmat Sandi, kembali menegaskan bahwa penggunaan jalan umum untuk truk HD adalah tindakan yang harus dihentikan.
“Ini menyangkut keselamatan publik. Truk HD itu dibuat untuk jalan tambang, bukan jalan umum. Pemerintah jangan diam,” tegasnya.
Ketua Yayasan Anak Padi, Sahwan, menyoroti kerusakan infrastruktur yang tak kunjung diperbaiki. “Jembatan Muara Lawai saja belum diperbaiki. Ini malah mau lewat truk yang lebih besar lagi,” ujarnya.
Tokoh masyarakat Muara Enim, Riswandar, menilai Dishub dan Satlantas kecolongan.
“Kalau ada oknum yang memberi izin tanpa sepengetahuan bupati, berhentikan. Fasilitas itu dibangun pakai uang rakyat,” katanya.
Pengamat Kebijakan Publik, Ade Indra Chaniago, menilai melintasnya truk HD di jalan umum menunjukkan adanya pembiaran.
“Ini jelas pelanggaran, tapi tidak ada tindakan. Publik bertanya-tanya: apakah perangkat pemerintah tidak bekerja atau sudah mendapat ‘sesuatu’?” ujarnya.
Ade menegaskan bahwa tanpa penjelasan resmi, polemik ini akan semakin liar. “Keterbukaan itu penting. Pemerintah harus menjelaskan apa masalahnya dan apa rencana tindak lanjutnya,” tutupnya.













