PALEMBANG – Sejumlah gua peninggalan Jepang yang tersebar di Kota Palembang berpotensi menjadi destinasi wisata budaya alternatif.
Potensi ini mulai digarap serius oleh Dinas Kebudayaan Kota Palembang bersama sejumlah pihak terkait dengan melakukan survei langsung ke lapangan dan menyusun rencana aksi pelestarian.
Gua-gua tersebut selama ini berstatus sebagai Objek Diduga Cagar Budaya (ODCB), namun ke depan akan dinaikkan statusnya menjadi Objek Cagar Budaya (OCB).
Beberapa lokasi gua tersebar di kawasan Jalan AKBP H. Umar (belakang Pasar KM 5), Jakabaring, Lorong Sikam Plaju, Kawasan Lebong Gajah Prumnas Sako, Jalan Joko, hingga di belakang Rumah Sakit Charitas.
“Insya Allah semua gua ini akan kita data, kita survei, dan kita lihat kondisinya. Akan kita susun prioritasnya dan perlakuannya akan sama seperti Gua Jepang di Jalan AKBP H. Umar ini,” kata Kepala Dinas Kebudayaan Kota Palembang, Affan Prapanca, saat meninjau langsung Gua Jepang di belakang Pasar KM 5, Rabu (16/4/2025).
Berdasarkan pengamatan di lapangan, Gua Jepang di Jalan AKBP H. Umar masih berdiri kokoh meski sebagian bangunan depannya telah roboh.
Gua ini berdiri di atas lahan sekitar dua hektare yang kini tak terawat dan dipenuhi semak serta sampah. Bahkan, sebagian lahannya diduga telah diperjualbelikan oleh oknum warga.
“Hari ini kami mulai melakukan survei awal, dan selanjutnya akan disusun rencana aksi. Kami juga sudah melapor kepada Wali Kota dan akan berkoordinasi dengan Panglima Kodam II Sriwijaya untuk pengelolaan dan pemanfaatan kawasan ini sebagai bagian dari pelestarian cagar budaya,” ujar Affan.
Upaya pelestarian ini mendapat dukungan dari Aliansi Masyarakat Peduli Cagar Budaya (AMPCB).
Ketua AMPCB, Vebri Alintani, menilai gua-gua tersebut memiliki nilai historis tinggi sebagai bukti autentik masa pendudukan Jepang di Palembang. Ia menyayangkan keberadaan gua yang kini terbengkalai dan dikuasai oknum.
“Kalau gua-gua ini hilang, bagaimana kita bisa membuktikan bahwa Jepang pernah menjajah kita di sini? Ini bukti sejarah. Jika dipugar dengan baik, gua-gua ini bisa menjadi destinasi wisata budaya yang luar biasa,” tegas Vebri.
Ia menambahkan proses komunikasi dengan Kodam II Sriwijaya telah berjalan. Surat permohonan izin pengelolaan sudah dilayangkan, dan saat ini pihaknya menunggu respons dari Panglima Kodam.
Vebri juga menyoroti pentingnya melihat peninggalan Jepang ini bukan sekadar dari aspek sejarah, tapi juga sebagai bagian dari pembangunan karakter bangsa.
“Kita tidak boleh melupakan sejarah. Makin jauh kita dari identitas, makin lemah kita secara psikis. Gua Jepang ini bisa menjadi bagian dari pembangunan jiwa bangsa, membangkitkan nasionalisme, sekaligus berpotensi menjadi produk wisata kenangan yang bisa dijual,” ujarnya.
Menurutnya, Gua Jepang seharusnya dilihat sebagai aset negara, termasuk dalam kategori Defence Heritage atau warisan budaya bernilai pertahanan.
AMPCB pun berencana melakukan kajian khusus terhadap peninggalan Jepang ini untuk kemudian diajukan sebagai rekomendasi kepada pemerintah daerah.
“Kita akan advokasi terus. Pemerintah punya kekuasaan dan anggaran untuk merevitalisasi gua-gua ini. Situasinya sudah sangat genting, kita harus bertindak sebelum semuanya punah,” tandasnya.